Silsilah Fiqih Doa dan Dzikir No: 78
Sejatinya seorang hamba disyariatkan untuk memperbanyak istighfar kapan saja. Al-Hasan al-Bashry menjelaskan, “Perbanyaklah istighfar di rumah kalian, di meja makan kalian, di jalan-jalan kalian, di pasar dan di majlis-majlis kalian. Sungguh kalian itu tidak tahu kapankah ampunan Allah turun”.
Jadi, istighfar itu disyariatkan untuk dibaca kapan pun. Hanya saja hukumnya menjadi wajib saat kita melakukan perbuatan dosa. Dan hukumnya sunnah setelah kita selesai melakukan amal salih. Fungsinya adalah untuk menyempurnakan berbagai kekurangan yang ada di dalamnya.
Namun di sana ada beberapa momen yang mendapatkan penekanan khusus untuk kita baca di dalamnya istighfar. Antara lain:
Pertama: Setelah berwudhu
Selain doa yang sudah makruf, kita juga disunnahkan untuk membaca doa yang termaktub dalam hadits berikut ini:
“مَنْ تَوَضَّأَ فَقَالَ: سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ؛ كُتِبَ فِي رَقٍّ ثُمَّ طُبِعَ بِطَابِعٍ فَلَمْ يُكْسَرْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ“.
“Barangsiapa berwudhu lalu ia mengucapkan, “Subhânakallâhumma wa bihamdika asyhadu allâ ilâha illâ Anta, astaghfiruka wa atûbu ilaik”; niscaya akan ditulis di suatu lembaran lalu distempel dan tidak akan dihapus hingga hari kiamat”. HR. An-Nasa’i dalam ‘Amal al-Yaum wa al-Lailah dan al-Hakim. Hadits ini dinilai sahih oleh al-Albany.
Kedua: Setelah shalat
عَنْ ثَوْبَانَ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلاَتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلاَثًا، وَقَالَ: “اللّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ”، قاَلَ الْوَلِيْدُ: فَقُلْتُ لِلْأَوْزَاعِي: كَيْفَ؟ قَالَ: تَقُوْلُ:”أَسْتَغْفِرُ اللهَ، أَسْتَغْفِرُ اللهَ“.
Dari Tsauban radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bila selesai shalat beliau beristighfar tiga kali, lalu membaca, “Allôhumma Antas salâm wa minkas salâm, tabârokta yâ Dzal jalâli wal ikrôm”. Al-Walid (salah satu perawi hadits) bertanya kepada al-Auza’i, “Bagaimanakah cara istighfarnya?”. Beliau menjawab, “Ucapkanlah astaghfirullah, astaghfirullah”. HR. Muslim.
Ketiga: Setelah selesai wukuf di Arafah
Allah ta’ala berfirman,
“ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ“
Artinya: “Kemudian berangkatlah kalian meninggalkan Arafah sebagaimana orang lain berangkat meninggalkannya dan beristighfarlah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. QS. Al-Baqarah (2): 199.
Bersambung…
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 28 Sya’ban 1436 /15 Juni 2015
Diterjemahkan secara bebas oleh Abdullah Zaen, Lc., MA dari http://www.alukah.net/sharia/0/30335/